Ratu Pemayun Cakraningrat
(Kyai Agung Ngurah Pemayun/Nararya Anglurah Pemayun/I Gusti Ngurah Mayun)
(Kyai Agung Ngurah Pemayun/Nararya Anglurah Pemayun/I Gusti Ngurah Mayun)
Setelah raja Pemecutan kedua, Kyai Macan Gading atau Kyai Ketut Pemedilan gugur pada saat pemberontakan I Gusti Agung Maruti di Cedok Andoga segara Watuklotok, posisi raja Pemecutan kemudian digantikan oleh putra beliau yang bernama Kyai Anglurah Pemecutan Sakti.
Kyai Anglurah Pemecutan Sakti dikenal mempunyai banyak permaisuri dan selir serta putra-putri yang tak terhitung jumlahnya. Hal inilah yang kemudian menjadi cikal bakal dari terbentuknya Warga Ageng Pemecutan, yang bertugas mengamankan dan memperkuat pertahanan kerajaan Badung dan Puri Agung Pemecutan.
Salah satu putra dari Kyai Anglurah Pemecutan Sakti bernama Kyai Agung Ngurah Pemayun. Kyai Agung Ngurah Pemayun atau Nararya Anglurah Pambayun (Pemayun) adalah putra kedua Kyai Anglurah Pemecutan Sakti dengan ibu dari Puri Gelogor. Beliau juga merupakan saudara kandung dari Kyai Agung Ngurah Pemecutan (I Gusti Ngurah Gede Pemecutan), raja Pemecutan keempat.
Mangku Gede Puri Agung Kesiman sebagai sadeg (pemeran) Ratu Pemayun Cakraningrat. (Foto : Dok. Pribadi) |
Setelah dewasa, beliau ditugaskan oleh ayahandanya untuk menjaga keamanan di sisi timur wilayah kerajaan karena adanya laporan sering terjadi gangguan keamanan yang diakibatkan oleh Dalem Benculuk Tegeh Kuri di Tonja. Untuk keperluan tersebut, beliau diberikan sebilah keris pusaka yang bernama I Cekle, keris pemberian dari raja Tabanan, Sirarya Ngurah Langwang kepada adiknya, Kyai Ketut Bendesa setelah berhasil memangkas pohon beringin di luar Puri Agung Tabanan, karenanya beliau juga bernama Kyai Notor Wandira.
Setelah berhasil menguasai wilayah Tonja melalui perang tanding dengan Dalem Benculuk Tegeh Kuri pada sekitar tahun 1689 M, Kyai Agung Ngurah Pemayun selanjutnya membangun Puri Ageng Pemayun Kesiman yang juga disebut Jero Gede Kedaton Kesiman, dengan pasukan intinya yang dijuluki Poleng Kesiman. Pada masa pemerintahan beliau, daerah Kesiman yang dahulu ditinggalkan oleh penguasa Puri Kertalangu, Arya Wang Bang Pinatih kemudian secara perlahan mulai dilakukan penataan ulang demi menarik hati masyarakat. Salah satu upaya yang dilakukan adalah melakukan perbaikan terhadap sejumlah Pura di Kesiman, termasuk Pura Luhur Dalem Mutering Jagat Kesiman dan Pura Agung Petilan (Pura Pengrebongan). Selain itu, beliau ditugaskan oleh ayahandanya sebagai pengempon dari Pura Luhur Sakenan, yang kini telah berpindah tugas kepada keluarga di Puri Agung Kesiman setelah terjadi perpindahan kekuasaan di daerah Kesiman.
Meru Tumpang 11 linggih Ratu Pemayun Cakraningrat di Puri Agung Kesiman. (Foto : Tropenmuseum) |
Kyai Agung Ngurah Pemayun menikah dengan seorang permaisuri yang berasal dari Puri Gelogor dan beberapa orang selir. Dari hasil pernikahan tersebut, beliau memiliki lima orang putra :
- Dari sang permaisuri, lahir dua orang putra bernama Kyai Agung Ngurah Pemayun Putra dan Kyai Agung Ngurah Made, yang selanjutnya keduanya meneruskan kepemimpinan ayahandanya di Puri Pemayun Kesiman.
- Kemudian dari seorang selir warga Pande di Wangaya Kaja, lahir seorang putra bernama Kyai Agung Lanang Wangaya yang membangun Jero Pemayun Abiantubuh dan juga menurunkan Pasemetonan Agung Puri Pemayun Kesiman.
- Dan dari dua orang selir lainnya, keduanya melahirkan putra yang bernama Kyai Agung Ketut Pagan yang membangun Jero Kajanan Batanbuah dan Kyai Agung Lanang Desa yang membangun Jero Kebonkuri.
Entah sudah berapa lama bertahta di Kesiman, Kyai Agung Ngurah Pemayun kemudian jatuh sakit dan akhirnya wafat. Beliau kemudian dibuatkan sebuah upacara Pelebon dan kemudian diberi gelar Bhatara Ratu Pemayun Cakraningrat.
Menurut penuturan mangku gede Puri Agung Kesiman, I Gusti Ngurah Aryana, nama tersebut juga memiliki sebuah makna, dimana Pemayun selain merupakan nama asli beliau, juga dapat diartikan sebagai Pemahayu yang berarti mensejahterakan. Kemudian Cakraningrat yang jika diuraikan memiliki dua kata, yaitu cakra dan ningrat. Cakra adalah sebuah senjata berputar yang memiliki bentuk menyerupai roda, dalam konteks kebangsawanan dan kekuasaan, cakra sering melambangkan kekuasaan atau pengaruh yang luas, karena cakra dianggap sebagai simbol kekuasaan yang terus berputar dan meliputi segala sesuatu.
Sedangkan kata Ningrat berasal dari akar kata "rat", yang berarti "dunia" atau "alam semesta," dan "ing," yang merupakan partikel yang menunjukkan kepemilikan atau yang termasuk di dalamnya. "Ningrat" secara harfiah berarti "yang dari dunia" atau "yang termasuk dalam dunia bangsawan", dengan konotasi kebangsawanan atau status tinggi. Jadi, Ratu Pemayun Cakraningrat memiliki makna yaitu seorang raja yang bertanggung jawab dalam mengatur dan mensejahterakan rakyatnya.
Narasumber : Mangku Gede Puri Agung Kesiman, I Gusti Ngurah Aryana yang juga keluarga Puri Pemayun Kesiman Saren Kanginan.
Sumber :
- Darmanuraga, A. A. Ngurah Putra. 2011. Perjalanan Arya Damar dan Arya Kenceng di Bali. Denpasar: Tim Sejarah Yayasan Kerti Budaya.
- Tim Penyusun Babad Dan Sejarah Tiga Puri Agung Di Badung. 2006. Puri Agung Pemecutan, Puri Pemayun Kedaton Kesiman Dan Puri Agung Denpasar Menurut Babad Dan Sejarahnya. Denpasar
- Lontar Babad Badung versi 01 dan 02, koleksi Museum Gedong Kirtya, Singaraja.
- Bancangah Arya Benculuk milik I Wayan Musna, Gianyar
Sumber internet :